sábado, 25 de junio de 2011

Sepak Bola = Budaya Spanyol

Sebenarnya saya tidak ingin banyak menulis tentang sepak bola di sini. Saya merasa bukanlah kapasitas saya untuk bicara banyak tentang itu. Saya bukan seorang komentator bola ataupun jurnalis olah raga. Saya hanyalah seorang penikmat sepak bola serta kebudayaan Spanyol, dan tentunya seorang pecinta sepak bola Spanyol.

Namun, torehan prestasi sepak bola Spanyol beberapa tahun terakhir layaklah untuk dicatat dalam sejarah negara ini. Dimulai dari UEFA Euro 2008, Piala Dunia 2010, hingga menyusul kesuksesan seniornya, tim U-21 memantapkan posisi Spanyol sebagai raja sepak bola dengan menjuarai UEFA Euro U-21 tahun 2011. Belum lagi kesuksesan tim-tim besar seperti FC Barcelona dan Real Madrid yang menunjukkan kelasnya sebagai juara di tingkat Eropa maupun dunia sepuluh tahun terakhir ini.

Piala Eropa 2008
Pada Euro 2008, Spanyol menundukkan Jerman pada partai final. Ini melambungkan nama Fernando Torres sebagai pencetak gol tunggal sekaligus gol kemenangan, walaupun adalah David Villa yang keluar sebagai pencetak gol terbanyak dalam kompetisi ini. Namun, bukanlah kedua striker tersebut yang dianugerahi gelar pemain terbaik. Seorang Spanyol lain, yaitu Xavi Hernandes yang membawa pulang gelar tersebut dari Austria-Swiss.

Piala Dunia 2010
Walaupun sempat ditekuk Swiss 1-0 pada babak penyisihan grup di ajang final Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, La Furia Roja (Si Merah yang Berapi-api) tidak terkalahkan kemudian hingga mengangkat piala yang menjadi idaman semua pemain sepak bola dari berbagai penjuru dunia. Pada final, Andrés Iniesta melesatkan gol kemenangan ke gawang Belanda pada masa perpanjangan waktu. Kesuksesan ini merapatkan piala itu dari Italia ke Spanyol, serta menghantarkan Spanyol sebagai juara dunia untuk pertama kalinya.

dan akhirnya...
La Furia Rojita (Si Merah Kecil yang Berapi-api),
Juara Piala Eropa U-21 2011
Inilah alasan saya menulis kali ini. Tidak hanya generasi Iker Casillas dan kawan-kawan saja yang patut diwaspadai. Mereka kini memiliki penerus, para pemain muda yang sudah membuktikan ketangguhannya di daratan Eropa. 

Kapten Javi Martínez membawa timnya berjaya dengan mengalahkan Swiss 2-0, membalas kekalahan senior mereka pada laga Piala Dunia sebelumnya. Adalah pemain Zaragoza, Ander Herrera yang melesatkan gol pertama lewat kepala setelah menerima crossing dari bek kiri Dídac. Kesalahan posisi penjaga gawang Swiss dimanfaatkan Thiago Alcántara yang mengeksekusi dengan baik tendangan bebas langsung ke arah gawang. Gol kedua pun tercatat. Masuk pula dalam catatan sejarah Euro U-21 nama Adrián López sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang ajang ini. Beberapa waktu lalu saya sempat menuliskan profil pemain ini di sini.

Kepiawaian Spanyol dalam membina pemain muda memancing saya untuk menanyakan hal ini pada bintang Spanyol Fabregas pada kesempatan interview beberapa hari lalu. Ia pun menanggapi bahwa Spanyol memiliki filosofi sepak bola yang mengakar pada setiap tim dan pelatih; mereka memiliki gaya bermain yang serupa di La Liga. Para pemain muda ini pun pada akhirnya sudah terbiasa dengan pertandingan-pertandingan besar, sehingga terlihat nyaman dengan kompetisi bergengsi manapun. Dengan gaya bermain yang serupa di seluruh negri, sepak bola Spanyol, tentu saja tidak akan sulit menggabungkan para pemain yang berasal dari berbagai klub itu.

Satu-satunya hal yang mengkhawatirkan dari sepak bola Spanyol adalah pamor El Clásico sebagai partai besar yang tidak hanya mengadu dua tim besar Spanyol, Real Madrid dan FC Barcelona, tetapi juga merupakan persaingan antara dua budaya dan politik. Real Madrid sebagai pro-Spanyol, sedangkan Barcelona sebagai pro-Catalan (Dalam sejarah dan peta politik Spanyol, Catalan ingin memisahkan diri dari Spanyol). Panasnya lima laga klasik yang terjadi musim 2010/2011 kemarin ini menampilkan baku hantam antar pemain kedua belah klub, di mana pada pertengahan 2010 kemarin mereka justru bekerja sama untuk satu tujuan: Piala Dunia.


Semoga saja perselisihan ini tidak berkepanjangan; konfederasi sepak bola Spanyol RFEF dapat menangani dengan bijaksana. Juga pihak-pihak asing yang memicu perpecahan ini, semoga dapat menekan egonya dan berlaku lebih profesional. 

Sepak bola Spanyol adalah permainan yang indah. Sayang sekali bila harus dicemari dengan kekerasan maupun trik-trik curang yang tidak menghargai semangat sportifitas. Permainan ini harus dilestarikan turun-temurun sebagai sebuah budaya. Ya, sepak bola Spanyol adalah budaya Spanyol.

jueves, 23 de junio de 2011

Wawancara dengan Cesc Fabregas

Saya beruntung. Tidak. Saya sangat beruntung mendapatkan kesempatan wawancara eksklusif dengan Francesc Fabregas siang itu 22 Juni 2011 di salah satu hotel di Jakarta. Lima belas menit berlalu begitu cepat bagi kami lima orang jurnalis dan seorang Cesc yang mengisi percakapan dengan cukup banyak senda gurau. Satu hal yang membuat sesi ngobrol-ngobrol kurang berjalan asik adalah, aturan-aturan main panitia yang membatasi waktu, pokok bahasan, dan gerak-gerik kami.

Walaupun begitu, cukuplah bagi saya waktu seperempat jam itu untuk menilai bahwa Cesc Fabregas adalah sosok pria rendah hati, murah senyum, dan berdedikasi tinggi. Berikut adalah cuplikan-cuplikan respon menarik dari pemain nasional Spanyol yang turut membawa negaranya meraih Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010.

"Saya berkembang karena menghabiskan waktu berjam-jam bermain bola di jalan."

"Disiplin adalah sesuatu yang selalu saya miliki."

"Saat saya berusia enam tahun dan akan bertanding esok harinya, ibu ingin mengajak saya ke McDonald lalu saya berkata: Jangan mam, berikan saya salad, berikan saya ikan, saya butuh protein untuk besok."

"Teman-teman saya sangatlah penting karena saya kenal mereka sejak kecil, sejak sekolah, dan saya memiliki teman-teman yang sama (sampai sekarang)."

"Hidup adalah tentang membuat keputusan, dan membuat keputusan yang tepat tidak pernah mudah. Kamu tidak akan tahu apa yang terbaik jadi kamu harus membayangkan apa yang dapat terjadi di kedua sisi, dan dengar apa kata hatimu. (Keputusan) itu bisa jadi salah, tetapi setidaknya kamu telah melakukan apa yang kamu pikir terbaik untukmu."

Bersama Anak-anak Indonesia di London
foto oleh Matheos V. Messakh (The Jakarta Post)
"Saya suka banyak sepakbola dan berusaha untuk belajar dari tim-tim terbaik."

"Saya sangat suka dan kangen sepakbola Spanyol, walaupun saya tidak pernah bermain di sana (secara profesional)."

"Saya menonton beberapa pertandingan terakhir tim muda Under-21 Spanyol di Piala Eropa. Mereka terlihat lebih nyaman dibandingkan tim-tim lainnya. Saya pikir hal terpenting dalam pengembangan sepakbola Spanyol adalah filosofinya. Semua tim, semua manager di Spanyol selalu memainkan gaya sepakbola yang serupa di La Liga. Pemain-pemain muda ini banyak yang bermain di sana dan terbiasa bermain di pertandingan besar."

"Saya sangat suka anak-anak kecil. Mereka sangat penting karena mereka adalah masa depan. Masa depan sepakbola, juga masa depan dunia."

"Ketika saya kecil, saya selalu ingin bertemu pemain sepakbola yang dapat memberikan inspirasi bagi saya."

"Bagi saya Barcelona adalah tempat terbaik. Seluruh keluarga dan teman-teman saya di sana, dan di sana saya dapat beristirahat dari sepakbola. Saya tinggal sedikit jauh dari kota, di sebuah kota kecil dan hidup di sana sangat fantastis."


*)Cesc Fabregas datang ke Indonesia dalam rangkaian acara promosi sebuah produk makanan yang menunjuknya sebagai ikon.

domingo, 19 de junio de 2011

Adrián López: Mesin Gol Spanyol Jr.

Akhir-akhir ini saya rajin mengikuti perjalanan tim muda Spanyol dalam kejuaraan Euro U-21. Juan Mata yang sudah bergabung dengan tim senior jelas terlihat memiliki kemampuan individu dan visi pertandingan yang baik. Namun, ada seorang pemain lain yang patut mendapatkan apresiasi atas kontribusinya yang luar biasa. Tiga gol dalam tiga pertandingan di grup B datang dari kaki seorang Adrián López. Siapakah dia?

Bernomor punggung "7", berasal dari Asturias, dan mesin gol tim nasional, Adrián mengingatkan saya pada seniornya, David Villa. Dua gol yang dihantarkan ke gawang Ceko menunjukkan ketenangan dan ketepatan tembakan (shooting) pemain depan Deportivo La Coruña ini. Pada laga berikutnya kontra Ukraina, kembali ia memperlihatkan kecerdikannya mengambil posisi serta kecepatannya untuk menyapu umpan ke depan gawang dari Thiago. Dengan prestasinya ini, layak rasanya menempelkan atribut striker bintang masa depan Spanyol.

David Villa Masa Depan?
Adrián López Álvarez, lahir pada 8 Januari 1988 di Teverga Asturias, merupakan asuhan akademi sepak bola Real Oviedo. Ia mendapatkan kesempatan bermain profesional pada tahun 2004, hingga akhirnya pindah ke klub La Liga Deportivo La Coruña pada 2006. Pada musim 2006/2007, Adrián berhasil mencetak gol ke gawang tim besar FC Barcelona di Camp Nou, walaupun Deportivo kalah pada pertandingan itu.

Pada dua musim berikutnya, berturut-turut Adrián dipinjamkan ke Deportivo Alavés dan Málaga CF. Ia kembali ke La Coruña musim 2009/2010 dan mulai mendapat tempat pada tim utama. Pada musim 2010/2011 tercatat Adrián membukukan total delapan gol.

Sejak tahun 2005, Adrián dipanggil untuk memperkuat tim nasional Spanyol U17, U19, U20, dan akhirnya U21. Ketika memperkuat Spanyol U20 pada FIFA World Cup tahun 2007, pemuda dengan tinggi 180 cm ini berhasil mencetak hat-trick dalam rentang waktu hanya 10 menit! Dengan koleksi lima gol, Adrián menerima penghargaan sepatu perak pada ajang tersebut.

viernes, 10 de junio de 2011

Tapas: Dari Tutup Gelas Hingga Budaya Dunia

Layaknya masuk ke restoran Padang, anda disuguhkan makanan dalam jumlah kecil yang diletakkan pada piring-piring berukuran kecil pula jika berkunjung ke restoran tapas. Yap! Inilah salah satu budaya gastronomi Spanyol yang sudah mendunia. Namun, bagaimanakah asal-usulnya?

Tapas Sebagai Pelengkap Minuman
Tapas diciptakan seturut kebijakan yang dikeluarkan oleh Raja Alfonso X pada abad 13 sebagai usaha pencegahan permasalahan alkohol. Raja ini melarang penghidangan anggur (wine) bila tidak ditemani oleh suatu makanan. Para petugas katering kemudian mulai menghidangkan makanan, seperti roti, keju, sosis darah (black pudding), dan lain-lain menutupi bagian atas gelas. Sejak itulah makanan disebut "tapa" yang artinya penutup.

Saat ini yang disebut tapas adalah piring-piring berisi makanan dingin dan hangat yang dihidangkan untuk menemani minuman, biasanya seperti wine, beer, vermouth, dan minuman lainnya. "Tapeo" atau aktifitas makan tapas biasanya mengambil waktu sebelum makan siang dan saat makan malam, dan terkadang dapat menggantikan makanan makan malam. 

Salah satu aspek istimewa dari tapas adalah karakter kebersamaannya. Biasanya tapas dimakan sambil berdiri secara bersama-sama di sebuah bar di mana orang-orang saling berbagi makanan dan berbincang-bincang. Terlebih lagi, pada beberapa daerah di Spanyol masih dipelihara kebiasaan ini dengan menghidangkan tapas gratis beserta minuman. Walaupun porsi makanannya berkurang, para klien tetap menghargai dan perut mereka turut berterima kasih.

Sebuah Bar di Basque Menghidangkan Tapas Untuk Pengunjungnya

*ditranslasikan secara bebas dari buku "Curso de Español Para Extranjeros: Nuevo eLe Intermedio" oleh Virgilio Borobio dan Ramón Palencia.


Ingin mencoba Tapas di Jakarta? Coba buka ini.